Malam takbir, aku memilih untuk berada
di sisi laut yang tenang, mencari ruang dimana jika aku berdiri aku dapat
melihat ketakberbatasan alam. Maka pada garis ketakberbatasan itu aku berharap dapat
melihat diriku. Ya, laut.. Namun diantara ombak yang tak terdengar bergelombang,
di sekitarkku justru terdengar pikuk oleh puluhan kembang api dan petasan. Wushh... Darr..!!! Darr..!!! Satu persatu api itu melambung cepat ke langit
gelap dan membentuk pecahan kembang berwarna biru merah dan kuning, memecah
diri, bermanuver lalu habis. Seolah api-api kecil itu saling berkejaran berterbangan
setinggi mungkin lalu meledakkan diri membentuk formasi bunga api. Wushh... Darr..!!! Darr..!!! Terus menerus berderu di atas
langit, semacam tengah dipertontonkan kepadaku sebuah perayaan agung para kaum urban yang jengah dengan
kepenatan.
Maka jika aku lempar pandangku ke sekeliling, sesungguhnya malam ini sangat pikuk oleh puluhan bahkan mungkin ratusan orang yang tengah merayakan malam 1 syawal, ya malam lebaran! Aku sadar bahwa aku menjadi salah satu dari mereka, duduk di salah satu sisi dermaga pantai di Utara Jakarta, Pantai Ancol. Bagiku, sesungguhnya ini hanya semacam cara yang aku tempuh untuk menghilangkan penat, lalu menjamu malam yang rasanya kali ini sangat berarti bagiku.
Tapi rasanya ada pemaknaan yang salah dan tidak tepat yang tampak di hadapanku saat ini. Di sekelilingku saat ini beberapa muda-mudi merayakan malam takbir dengan berdua-duan, diantara mereka saling berpegang tangan dan berada sangat berdekatan, pun demikian di kanan dan kiriku. Rasanya mereka masih muda dan tentu belum menikah, entahlah. Tapi jika aku tak salah mendengar, diantara pekik petasan dan kembang api, juga diantara kemesraan muda-mudi itu, suara takbir masih terdengar jauh lebih keras berkumandang. Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar..!!. Takbir yang jika kau lantunkan di luar bulan Ramadan, akan membuat bulu tanganmu bergidik merinding karena rindu ingin segera bertemu Ramadan.
Lalu mengapa suara takbir malam ini justru
seolah hanya menjadi soundtrack bagi ironi manusia yang lupa bahwa kita baru saja
melaksanakan puasa untuk terakhir kali. Atau, apakah aku merasa memang mungkin Ramadan
tak memiliki banyak makna bagi banyak orang, sehingga harus merayakan akhir
ramadan dengan cara seolah tak ada ramadan.. O, dermaga yang menyimpan ironi..!!
Pun setidaknya, aku masih berharap ramadan bagiku masih menyimpan sedikit makna
diantara yang tak bisa ku temukan.
Di dermaga ini, aku berada bersama dua
rekanku yang juga jurnalis. Seharian ini kami memang masih bertugas meliput soal
kondisi akhir Ramadan dan persiapan lebaran besok. Dan ya, untuk kali pertama
aku harus merasakan lebaran jauh dari rumah.. Memang ada banyak suara kembang
api, pun banyak sudah nyaring lantunan takbir aku dengar, tapi aku tak dapati
malam ini seperti malam ramadan selama 23 tahun yang pernah aku lalui. Saat
banyak orang ingin berlebaran bersama keluarga di rumah, aku justru berada
sekitar 100 KM dari jauhnya dari rumah..
Mungkin terdengar tak santun, tapi bilakah
aku diizinkan untuk merasakan ramadan dalam suasana yang berbeda.. Ya sampai
empat hari ke depan aku masih harus berada di Jakarta untuk tugas liputan. Tapi
percayalah jika tak diizinkan tentu tak mungkin aku berani mengambil tugas ini.
Aku hanya berharap bahwa ada pemaknaan yang sama dimanapun kita merayakannya,
makna bahwa malam takbiran adalah malam saat kau harus menemukan dirimu usai ‘meditasi
diri’ selama satu bulan..
Malam pun makin larut... Beberapa orang
masih hilir mudik di hadapanku, bergurau dan saling berkelakar. Sementara kopi
di hadapanku sudah hampir habis. Dan tenyata selarut ini tak juga aku dengarkan
suara ombak, pun tak ku temukan garis batas laut setajam apapun aku lempar
mataku ke lautan. Maka pada ketakberbatasan yang hilang, aku luput menemukan
diriku. Ya, karena malam ini sesungguhnya teramat gelap, dan pekat. Segelap
yang aku pikirkan, sepekat yang aku rasakan. Sampai ku temukan esok hari langit
malam ini tenggelam berganti hari yang paling ku nantikan, 1 Syawal 1433
Hijriyah. Selamat berlebaran..
-Dermaga Ancol, 18 Agustus 2012.
0 comments:
Posting Komentar