31 Juli 2012
Aku tak pernah membayangkan akan berada
di atas lautan selama 22 jam. Ini waktu yang sangat lama, bahkan aku mengalaminya
saat masih bulan puasa. Ya mengesankan! Pengalaman itu aku dapat saat mendapat
tugas liputan ke Kalimantan bersama PT Pelni.
18.30 a.m - Aku sudah berada di ruang tunggu Bandara Soekarno Hatta menunggu penerbangan menuju Semarang. Sebelumnya kami sudah berbuka puasa dengan air seadanya sambil menunggu check in selesai. Sementara bersamaku saat ini sudah ada dua orang dari Humas PT Pelni dan wartawan TransTV, ANTV dan SCTV. Hanya aku sendiri media onlie (detikcom) yang ikut dalam liputan pelayaran PT Pelni ke Kalimantan.
Jadwal penerbangan kami pukul 19.00 WIB
dengan maskapai Sriwijaya Air ke Semarang. Dari Semarang kami akan lanjutkan perjalanan ke Kalimantan dengan kapal laut milik PT Pelni. Selama menunggu keberangkatan itu aku
makin tak karuan bukan main senangnya jika bisa liputan sampai ke Kalimantan. Dulu saat kuliah, aku selalu iri melihat kawan-kawanku bisa berada di satu tempat
yang jauh, rasanya menyenangkan mengenal dunia di luar keseharian. Tapi rupanya
tak lama lagi aku akan mengalaminya, pikirku saat itu.
19.15 p.m – Aku sudah berada di atas
pesawat, kursi paling depan deretan ketiga dari jendela pesawat. Dari jendela berukuran 20x10 cm itu,
aku bisa melihat Kota Jakarta yang berlari meninggalkanku. Lampu-lampu di
bandara, gedung-gedung dan rumah-rumah, berubah menjadi titik-titik cahaya
kecil yang perlahan dan pasti hilang dari pandangku. Lalu saat pesawat makin
meninggi, dari balik jendela aku masih bisa melihat awan di antara kegelapan
langit. Maha Suci Allah yang menjadikan awan-awan selalui menaungi bumi dan
putaran poros matahari yang mengatur siang dan malam.
Sejujurnya, aku penasaran, adakah sisa
sinar matahari atau sinar bulan yang bisa aku temukan di antara gumpalan awan
itu. Karena yang aku dengar hanya keheningan dan deru mesin pesawat yang akan
membawaku menuju Semarang.
Di atas pesawat itu aku sempat membuka HP dan menuliskan sedikit catatan:
Aku berada di pesawat menuju Semarang. Rasanya ini perjalanan pertamaku ke Semarang.Tak ada yang istimewa, namun sebuah pengalaman adalah harta yang selamanya akan kau genggam. Pada pengalaman itu satu nilai berharga telah temukan.
Di atas pesawat itu aku sempat membuka HP dan menuliskan sedikit catatan:
Aku berada di pesawat menuju Semarang. Rasanya ini perjalanan pertamaku ke Semarang.Tak ada yang istimewa, namun sebuah pengalaman adalah harta yang selamanya akan kau genggam. Pada pengalaman itu satu nilai berharga telah temukan.
Saat ini, detik ini, aku membayangkan
bisa berada dalam satu pesawat denganmu.. Berada bersebelahan.. Ya kemanapun
tujuannya, sesuka hatimu.. yang pasti menuju satu tempat dimana kita bisa menenggalamkan hari dalam
satu moment kebahagiaan. Berdua; aku dan kamu.
20.15 p.m – Tiba di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Ingin rasanya aku sejenak bersujud sejenak karena untuk pertama kalinya aku bisa menginjakkan kaki di Kota Semarang. Tapi rupanya enggan ku lakukan karena mungkin aku merasa malu, aku yakin Tuhan tahu betapa aku ingin sekali bersyukur, gumamku.
20.15 p.m – Tiba di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Ingin rasanya aku sejenak bersujud sejenak karena untuk pertama kalinya aku bisa menginjakkan kaki di Kota Semarang. Tapi rupanya enggan ku lakukan karena mungkin aku merasa malu, aku yakin Tuhan tahu betapa aku ingin sekali bersyukur, gumamku.
Di Bandara kami disambut beberapa orang
dari PT Pelni Semarang, sementara empat mobil sudah menunggu kami untuk
melanjutkan perjalanan. Dari bandara kami mampir di satu rumah makan Padang,
mereka mengajakku makan. Padahal sebelumnya saat masih di Bandara Soetta kami
sudah makan. Sambil menikmati makan malam kedua, kami saling berkenalan dan mengakrabkan
diri bersama beberapa orang dari PT Pelni. Sejujurnya aku tak banyak tahu apa
saja yang akan kami lakukan hingga 3 hari ke depan. Tapi seorang Humas
mengabariku bahwa sebelum pukul 24.00 WIB kami harus segera menuju Pelabuhan
Tanjung Mas, Semarang.
Dalam perjalanan menuju pelabuhan, di Kota yang baru aku kenal itu aku temukan deretan bangunan tua yang tampak seperti Kota Tua Jakarta. Tetapi kali ini aku melihat bangunan tua di Kota Semarang lebih luas dan mendominasi pusat kota. Seolah bagiku Kota Semarang adalah kota tua yang menyimpan banyak sejarah. Ya, bangunan-bangunan tua khas Jawa sangat kental terasa, meski Semarang tak seramai Jakarta pada malam hari.
Dalam perjalanan menuju pelabuhan, di Kota yang baru aku kenal itu aku temukan deretan bangunan tua yang tampak seperti Kota Tua Jakarta. Tetapi kali ini aku melihat bangunan tua di Kota Semarang lebih luas dan mendominasi pusat kota. Seolah bagiku Kota Semarang adalah kota tua yang menyimpan banyak sejarah. Ya, bangunan-bangunan tua khas Jawa sangat kental terasa, meski Semarang tak seramai Jakarta pada malam hari.
22.00 p.m – Tiba di Pelabuhan. Buka main aku kegirangan
melihat deretan kapal-kapal besar milik PT Pelni. Salah satu kapal aku hitung
memiliki 7 tingkat, kabarnya kapal-kapal itu yang biasa mengangkut orang-orang
dalam perjalanan antar pulau baik ke Kalimantan, Sulawesi maupun Papua. Tapi
melihat kapal itu mengingatkanku pada orang rumah. Bapak pernah berujar ingin
sekali membawa kami menyebrangi Selat Sunda dari Merak menuju Lampung, maklum
di rumah rasanya hanya bapak atau ibu saja yang pernah sebrangi pulau dengan
kapal laut.
Sebelum berangkat, kami diperkenankan
untuk masuk dalam ruang nahkoda dan berkenalan dengan kapten dan para beberapa periwira kapal. Di lantai 7 kapal itu kami berbincang santai soal beberapa hal mengenai kapal
yang bisa menampung hingga 3.000 penumpang itu. KM Binaiya namanya.
“Kita akan berangkat jam 12 malam. Nanti di laut nggak ada sinyal HP, tapi nikmati saja pelayarannya.
Ombak juga tidak besar, mungkin hanya 4 meter paling tinggi. Dan kita akan berlayar
selama 24 jam menuju Kalimantan.” Degh!
Kapten JM Makahinda bercerita dengan santainya pada kami. Tapi sejujurnya aku deg-degan
akan mengalami perjalanan ini.
Teeeettthhh...!!!! Tiba-tiba sirine panjang
didengunkan dari kapal yang tengah kami naiki. Sang kapten menuturkan pada kami bahwa bunyi sirine itu menandakan 15 menit
lagi kapal akan segera berlayar, dan memberitahu penumpang agar mempersiapkan diri untuk pelayaran.
Dari ruang nahkoda, aku berjalan ke luar
menuju dek kapal. Dari dek kapal itu aku rasakan angin malam sangat sejuk menyapu
wajahku. Rambut yang tak sempat aku cukur liar disisir angin laut. Lalu perlahan
dan hati-hati, kapal yang membawa 300 penumpang itu bergerak menjauh dari dermaga
Tanjung Mas. Dari atas dek kapal itu juga aku melihat beberapa orang
di sisi dermaga melambaikan tangan pada beberapa penumpang yang sudah berada di atas kapal. Seolah mereka tak rela ditinggal saudaranya pergi bermil-mil jauhnya menuju Kalimantan.
Dari dek itu juga aku melihat di bagian depan kapal sekitar 10 orang ABK tengah menggulung tambang kapal. Dan terkejutnya aku melihat diantara mereka ada tiga orang ABK perempuan yang ikut serta menggulung tambang dengan memutar semacam tuas. Dua diantara mereka berkerudung, aku pikir ini menarik untuk aku tulis berita feature-nya. Sementara jika aku lihat di belakangku, hanya ada lautan luas yang gelap dan sunyi, menunggu untuk kami jajaki..
Dari dek itu juga aku melihat di bagian depan kapal sekitar 10 orang ABK tengah menggulung tambang kapal. Dan terkejutnya aku melihat diantara mereka ada tiga orang ABK perempuan yang ikut serta menggulung tambang dengan memutar semacam tuas. Dua diantara mereka berkerudung, aku pikir ini menarik untuk aku tulis berita feature-nya. Sementara jika aku lihat di belakangku, hanya ada lautan luas yang gelap dan sunyi, menunggu untuk kami jajaki..
0 comments:
Posting Komentar