25 Oktober 2012

Cause I Promise to Come Back Home



Langit mulai gelap saat aku baru saja merampungkan tulisanku yang terakhir tentang DPR dan Audit BPK. Tanpa ku sadari, pada huruf-huruf terakhir yang aku ketik, suara takbir terdengar mengalun pelan mendengung di telingaku. Suara itu kemudian masuk menyusup ke dalam pikiranku lalu mengalir dingin dalam arteri hingga ujung kaki. Suara takbir itu menegur santun rasa rinduku untuk segera pulang dan berkumpul bersama keluarga. O, selarut ini aku masih berada di bawah tempurung kura-kura.


Seharusnya aku sudah berada di rumah malam ini. Aku berjanji pada ibuku untuk pulang lebaran kali ini, setelah pada lebaran Idul Fitri lalu tak sedikitpun aku sempatkan pulang. Dan seperti bisa diduga, saat itu Ibu sangat menyayangkan karena aku lebih memilih pekerjaan daripada pulang.

Jam di HP-ku menunjukkan pukul 21.00 WIB saat aku baru tiba di kosan. Namun, tak juga aku dapati kepastian untuk izin tak masuk liputan esok hari saat Idul Adha. 'Kantor' justru memintaku masuk dan piket di kantor untuk menerima laporan dan membuat beberapa tulisan. Oh, tidak! Aku sudah janji pada ibuku untuk pulang.

Kembali aku bujuk 'kantor' agar aku diizinkan tak masuk dan menggantinya di hari yang lain. Tapi hingga pukul 01.00 WIB dini hari, pesanku bahkan tak dibaca. Padahal aku sangat berharap kantor mengizinkanku sehingga sekalipun pada dini hari, aku tetap bisa pulang dan tiba di rumah sebelum shalat Id dimulai.

Menunggu balasan pesan dari kantor, aku bergumul dengan catatan di laptop. Seharian liputan membuat mataku kantuk dan terlalu berat jika selarut ini masih dipaksakan untuk 'sadar'. Memang sudah saatnya tidur, tapi keinginanku untuk pulang tak bisa lagi terbendung. Sejak aku 'hilang' dari rumah karena tak bisa shalat Idul Fitri bersama keluarga, ibu berulang kali memintaku untuk kali ini saja shalat Idul Adha di rumah. Dan berulang kali juga aku katakan aku pasti shalat Idul Adha di rumah, aku janji, karena memang tanggal merah.

Ibu bahkan membujukku akan membuat masakan serupa yang pernah ia hidangkan saat Idul Fitri agar aku bisa merasakan suasana Idul Fitri yang tak sempat aku rasakan tahun ini. Opor ayam, ketupat sayur, dan serupa itu.

Pukul 01.23 WIB, suara pesan masuk terdengar dari HP-ku, aku berharap itu pesan dari kantor yang mengizinkan aku libur. Ternyata, sayang, aku harus tetap masuk dan tak bisa izin. Alasannya, karena aku pernah izin di hari aktif kerja, selain bahwa saat lebaran kali ini yang masuk terbatas.

Ah! Entahlah apa yang harus aku katakan pada ibuku. Aku membayangkan selarut ini biasanya Ibu belum tidur jika mendapat kabar aku akan pulang. Tapi rupanya ini bukan pilihan, bagaimanapun aku harus masuk, menulis berita, dan bekerja seperti hari biasa.

Pukul 02.00 WIB.  Akhirnya aku sampaikan maaf pada ibuku karena aku kembali ingkar untuk pulang lebaran kali ini. Aku membayangkan entah apa yang akan ibu pikirkan melihat hidangan Idul Adha yang aku pesan tapi batal aku makan. Pasti beberapa hari ini ia sibuk menyiapkan hidangan-hidangan itu, ke pasar, lalu masak dengan semangat karena berpikir hidangan itu akan aku makan. Lalu bagaimana setelah tahu aku batal pulang?

Aku tak bisa berkata lain selain maaf. Sungguhpun aku mencintai pekerjaanku, percayalah aku lebih mencintai ibuku. Hanya saja kadang kita dihadapkan pada kondisi lain yang memaksa kita sulit untuk menentukan apa yang kita inginkan.

Aku hanya berharap ibu mengerti bahwa apa yang aku lakukan juga untuk kebaikan. Mungkin ia akan berpikir, tak apa 'dikorbankan', tapi akan ada banyak orang yang bisa berbahagia karena aku memilih bekerja saat Idul Adha.

Mungkin dengan aku masuk kerja, aku bisa menuliskan banyak berita tentang Jokowi yang bisa membuat orang senang membacanya, mungkin akan ada banyak tulisan soal KPK yang makin hari makin banyak orang yang membela, mungkin berita soal peristiwa yang membuat orang bersimpati, dan tentu saja berita soal orang-orang yang berbagia karena merayakan Idul Adha dan berkurban. Akan ada banyak naluri yang terbangkitkan setelah satu yang aku inginkan tak bisa aku capai. Mungkin.

Maka pada segalanya aku sampaikan maaf. Sekali lagi aku katakan, aku memang mencintai pekerjaanku, tapi percayalah aku lebih mencintai ibuku.

Cause I promise to come back home.

Selamat Idul Adha..
 
Jakarta, 10 Dzulhijjah 1433 H.

0 comments:

Diberdayakan oleh Blogger.