Mari kita membahas tentang musim nikah. ‘musim’
hanya istilah, maklum bagiku ini fenomena. Aku dibuat gusar karena beberapa
waktu terakhir ini agaknya cukup banyak kawan-kawanku yang menikah, padahal
mereka masih seusiaku atau lebih tua sedikit dariku. Usiaku saat ini masih 24
tahun, mengapa kawan-kawanku memilih menikah di saat usia mereka masih muda?
Mengapa mereka menikah muda? Tentang apa jika seseorang menikah?
Apakah menikah sama dengan pacaran? Tidak, bagiku
jauh berbeda! Pacaran mungkin hanya butuh cinta, menikah? Kau perlu matang secara
ekonomi, pendidikan, pemikiran, kedewasaan, dan tentu saja karir atau
pekerjaan.
Hingga saat ini aku masih termasuk orang yang mengutuk asumsi ‘menikah muda’. Beberapa kawanku yang berada di organisasi/partai dakwah, sebutlah LDK, PKS, HTI, dan semacamnya yang ‘religious oriented’, selalu berasumsi menikah muda untuk menghindari zina. Oya? Enggak juga! Jika ingin menghindari zina, ya ibadahlah yang banyak, rajin-rajin puasa misal, atau semacamnya yang pada intinya tidak bisa menghindari zinah kemudian diejawantahkan dalam satu kesimpulan ‘menikah muda’.
Di luar ‘ideologi’ itu, tentu kawanku yang
lain punya asumsi yang berbeda. Tapi intinya jawaban atas mengapa menikah harus
bisa mereka jawab sebelum pilihan itu diambil. Aku menduga mengapa terjadi ‘musim
nikah’, karena pada sebagian besar mereka gagal menemukan jawaban mengapa
mereka harus menikah. Alasan paling umum tentu saja karena sudah cocok, dapat
restu orang tua, dan sebagainya sebagainya. Tapi alasan mengapa menikah
sesungguhnya tak bisa mereka dapatkan.
Percayalah, menikah bukan perkara mudah.
Bukan tentang membeli cincin dan mengundang KUA untuk meresmikan hubungan. Tapi
ada nilai, makna dan tujuan yang harus bisa dipecahkan sebelum itu terjadi. Serupa
memasuki dunia baru, kau akan mengalami perubahan hidup karena menikah. Kawanku yang sudah menikah bertutur, menikah bukan tentang menyatukan dua hati, tapi menyatukan dua
keluarga, menyatukan dua persepsi, dua cita-cita dan dua keinginan serta dua hal lain yang bahkan tak terpikir sebelumnya.
Salah seorang guruku dalam ‘Man Search for Meaning’, menuturkan bahwa
jika kau gagal menemukan makna atas pilihanmu, maka kau gagal dalam menjalankan
pilihan! Itu dia mengapa aku tak heran mendengar ada kawanku yang baru menikah sekitar 1
tahun tapi sudah cerai. Alasannya? Tidak cocok. Lainnya bahkan ada yang cerai saat
mereka baru memiliki anak. O, my God! Percayalah semudah apapun hati wanita
dirayu, mereka harus mendapati ‘alasan’ mengapa mereka menikah, begitu juga sang pria.
Memutuskan menikah adalah memutuskan untuk
mengakhiri hidup dengan masa lalu, dan memulai hidup dengan masa depan. Menjadi
tua bersama, dan memastikan bahwa pasanganmu adalah orang terdekat yang akan mendengar hela nafasmu yang terakhir.
Tapi di luar asumsiku, tentu ada yang berpendapat
menikah ya menikah. Menikah membuatmu tenang dan hati lebih damai, dan sebagainya
sebagainya. Bisa jadi benar. Tapi gagal mendapati alasan mengapa menikah rasanya sama dengan tak siap untuk menikah. Keculai siap dengan banyak
perkara yang sulit diselesaikan ketika pilihan itu dijalankan.
Aku menduga, jika setiap orang di
kampung-kampung, desa, sudut kota, mereka bisa menyempatkan sejenak saja berpikir untuk
mencari ‘alasan' (makna) mengapa mereka menikah, mungkin akan tak terlalu banyak
janur kuning yang kau lihat saat kita berlibur di akhir pekan.
Lalu, siap menikah?
4 comments:
kasih tau gak ya??
Ga usah.. Kk dah tau..
wkwkwkk.. :D
masa ? Apa coba? Apa coba?
Kasih tau ga yaa... Haha. :P
Posting Komentar