03 Januari 2013

Safari Politik Anak Presiden #1



Catatan Perjalanan
Minggu, 11 November 2012

Pagi itu di sebuah hotel bintang lima di Surabaya, aku bersama kawan satu kamarku dari okezone rupanya menjadi orang terakhir yang berada di kamar, sementara wartawan lain sudah lebih dulu menunggu di lobi hotel. O, My God! Aku terlambat! Segera saja aku lompat dari kamar, siap-siap dan menuju lobi hotel dimana taksi yang dipesan sudah menunggu. Di dalam taksi itu masih ada wartawan yang menunggu dari Republika, Trans, dan SCTV. Dan wushhh.. Taksi ngebut menuju Jatim Expo dimana acara Partai Demokrat digelar.

Pagi itu di Surabaya terasa sangat terik meski masih pukul 06.30 WIB. Turun dari taksi, aku melihat ribuan orang mulai bergerak ke luar dari lapangan Jatim Expo, mereka kompak mengenakan kaos bertuliskan Partai Demokrat berwarna putih biru.

Petinggi Demokrat seperti Anas Urbaningrum (ketum), Ibas (sekjen), Sartono (bendum), dan Ramadan Pohan (wasekjen) berada di barisan depan masyarakat yang saat itu tengah mengikuti jalan santai bersama Partai Demokrat.

Semula aku ingin ikut berjalan, namun rupanya tak ada wartawan yang mengikut hingga akhirnya aku justru memutuskan untuk menyusul dari rute berlawanan. Setelah sekitar 20 menit kemudian, aku mendapati Anas dkk di antara barisan warga. Mereka tampak santai berjalan dengan penjagaan sekitar 6 orang staf berbaju safari hitam. Sebelum sampai finish aku segera menuliskan berita dan mengirimkannya ke kantor dengan judul “Anas dan Ibas Jalan Sehat Bersama WargaSurabaya”. Acara berhadiah mobil itu sangat ramai diikuti ribuan warga Surabaya.

Kehadiranku ke Surabaya untuk meliput kunjungan kerja Ibas mulai besok di beberapa kabupaten di Jawa Timur hingga empat hari ke depan. Hari ini hanya kegiatan Demorkat Jawa Timur saja.

Menjelang siang usai acara, aku bersama rombongan kembali ke hotel untuk segera packing dan menuju lokasi agenda Demokrat berikutnya. Tiba-tiba saat di hotel, aku dihubungi kantor tentang ada pengurus DPD Demokrat Jawa Timur yang memprotes berita yang aku tulis. Duh!

Mereka protes ke detik Surabaya, katanya jumlah masanya puluhan ribu bukan seribuan, dan diberita yang kamu tulis Anas tidak terlihat bercengkrama dengan warga. Padahal ada interaksi Anas dengan warga, gimana?,” kata redaktur via telfon.

Kalau jumlah memang di awal hanya sekitar seribuan orang mas, tapi ya diganti aja ribuan biar lebih aman. Untuk interaksi Anas itu kan pantauan, saya ikuti mereka jalan, memang nggak seluruhnya. Nanti kalau ada protes bilang ke saya aja, jangan ke detik Surabaya mas,” ucapku mulai deg-degan karena masalah berita.

Dari situ aku mulai berpikir kalau memang berita yang aku tulis harus aku akui tidak detail, tidak bisa aku menulis tidak berinteraksi selama jalan santai padahal aku tak mengikuti seluruhnya. Harusnya aku buat, sekitar 500 m menuju garis finish. Tapi sudahlah, aku coba atasi sendiri.

Dari hotel kami bergerak dengan bis menuju lokasi berikutnya, agenda pelantikan DPC Demokrat se-Jawa Timur. Di sela-sela acara, aku berbincang dengan staf Ibas. “Mas, tadi ada yang protes dari DPD Jatim soal jumlah peserta yang saya tulis. DPD protes soal jumlah. Di awal kan memang hanya ribuan orang, tapi diprotes harusnya puluhan ribu. Nanti kalau ada protes terkait berita saya, langsung ke saya saja mas jangan ke detik surabaya,” kataku.

“O, acara tadi tu bukan acara inti kok, nggak apa-apa. Acara inti Ibas kan besok,” jawabnya membuatku sedikit lega.

Usai acara pelantikan yang diisi Anas, aku dan wartawan buru-buru mengejar Anas untuk doorstop (wawancara), menanyakan beberapa masalah. Nah, di akhir setelah saling bergantian bertanya, giliran aku bertanya ke Anas minta tanggapannya soal Max dan Hayono (petinggi PD) yang menyebut Anas dan Andi beban bagi demokrat.

“Untuk jawaban itu khusus kepada detik, jangan mengadu-adukan statement orang. Silakan tulis apa aja terserah detik,” kata Anas nyinyir.

Aku dan wartawan tak tahan hanya tertawa, terlebih aku yang kaget karena aku tak pernah berkenalan dengan Anas, bahkan saat wawancara itu aku tak mengenakan ID. Bagaimana anas bisa tahu? Haha.. Saat itu aku belum tahu apa maksud Anas begitu sensi.

Nah, usai acara pelantikan itu, dalam perjalanan mobil menuju Trenggalek. Staf Ibas yang aku ceritakan soal adanya protes berita, menghubungiku di tengah jalan. Saat itu ia berada di mobil lainnya.

“Bal, tadi bapak (ketum/bendum) protes sama saya, dia baca berita kamu. Kok kamu tulis ribuan orang sih, tolonglah yang objektif menulis berita. Kamu juga buat tidak berinteraksi dengan warga, itu kan ada interaksi. Saya juga sudah bilang yang hadir 50 ribuan orang. Tolonglah saya kena marah, saya kan nggak ngarahin kamu bikin berita bal,” kata staf Ibas dengan nada tinggi.

“Oke mas, oke. Itu tadi yang saya bilang waktu acara siang. Jumlah itu kan pandangan mata saya, saya nggak bisa buat kalau beda dengan pandangan mata. Tapi okelah saya rubah beritanya. Saya minta maaf kalau mas yang kena marah. Oke oke,” kataku.

Segera saja aku menghubungi kantor. “Mas, maaf tadi Anas tetap protes minta jumlah peserta itu diganti jadi puluhan ribu. Sebelumnya saya dah bilang stafnya, tapi rupanya dia baru kena protesnya sekarang, jadi diganti aja mas ya jumlahnya, dan paragraf terakhir yang dia tak berinteraksi dihapus aja,” ucapku.

“Wah, ribet amat sih mereka, padahal cuma jumlah aja. Oke bal saya ganti,” katanya.

Tak lama, aku cek berita itu kembali sudah berubah. Jumlah warga yang hadir jalan santai diganti puluhan ribu dan kalimat Anas dan petinggi Demokrat tak terlihat berinteraksi dengan warga dihapus.

Keadaan mulai tidak kondusif antara aku, staf Ibas dan juga Anas. Masih dalam perjalanan menuju Trenggalek, aku sempat dihubungi (via BBM) oleh seniorku di DPR. Rupanya Anas protes dan menghubunginya meminta penjelasan soal berita yang aku tulis. “Udah bal santai aja beriita gitu mah, haha” ujarnya saat mengakhiri BBM.

Kawanku dari Republika yang sudah lebih lama di DPR dan berada satu mobil denganku, menunjukkan BBM’nya dari Anas. Kira-kira isinya, “Itu Iqbal dari detik kq sempet2nya nanya tanggapan Max sama Pak Hayono. Di berti yang dia buat acara dihadiri ribuan orang, dan tidak berinteraksi dengan warga,” kata Anas di BBM.

Kawanku berseloroh, “Udah santai aja, tar gw yang bales BBM’nya. Politik itu soal massa bro..” ucapnya. Aku baru sadar, ini adalah politik. Meski berita itu bukan berita penting dan hanya berita biasa, tapi sangat penting bagi Partai sebesar Demokrat, meski hanya ketidakakuratan menulis jumlah massa. Ya ini politik.

Aku berkilah, jumlah massa saat hadir memang hanya ribuan, kalau ternyata siang menjadi puluhan ribu kan beda soal. Beritaku sudah naik pagi sebelum masa bertambah. Tapi tetap saha perlu ketelitian menuls berita termasuk menuliskan kapan ribuan dan puluhan ribu.

Tiba di Trenggalek malam, di sebuah penginapan sederhana staf Ibas yang sempat kesal karena kena marah Anas langsung menyodorkan tangannya bersalaman. “Sorry bal, kita redam ajalah masalah ini. Nggak usah dibesar-besarin lagi ya,” ucapnya.

“Oke mas, sorry kalau aku salah,” dengan perasaan masih tak enak.

Kini, kau tahu betapa kekuatan media itu berpengaruh besar. Dan aku beritahu kau sebuah rahasia, okezone juga menulis ribuan orang yang hadir. Tapi rupanya dia aman, tidak dibaca.


0 comments:

Diberdayakan oleh Blogger.