"Menulis dengan Waktu"
-Redaksi detikcom-
07 Maret 2013
Tepat
setahun lalu (6 Maret 2012) adalah hari pertamaku bekerja sebagai jurnalis di detikcom. Ada banyak hal yang aku dapat,
pun banyak yang tak aku suka selama bekerja hingga saat ini. Aku akan ceritakan
dalam beberapa postingan #catatan
jurnalis.
Sebelum
bercerita, perlu diketahui bahwa model jurnalis itu berbeda-beda,
tergantung medianya (aku bicara dalam skala nasional). Ada media: (1). Televisi,
(2). Koran, (3). Majalah, (4). Online, dan (5) Radio. Aku bekerja pada media
online, detikcom. Karena media online, maka kami memiliki pola kerja yang
berbeda dengan media lain.
Kekuatan
media online paling utama adalah “kecepatan”. Ya, seberapa cepat dalam
menghadirkan breaking news. Jika ada
media online yang telat menuliskan berita, media itu pasti ditinggal! Itulah
mengapa detik punya slogan: update
banget!. Memang di situ kuncinya. Itu juga yang menjadikan detik dibuka
lebih dari 40 juta kali dalam sehari.
Soal
kecepatan ini, aku kasih contoh:
[Liputan
di DPP Demokrat] - Saat itu Anas Urbaningrum baru saja naik podium untuk
memberikan sambutan soal seminar Tomcat. Kantor meneleponku, ‘Bal, Anas ngomong
apa aja?’ Aku bilang, Anas baru aja naik podium belum ada yang diomongin. ‘Ya
dah kamu dengerin ngomong apa dia?’. (apa yang Anas sampaikan langsung aku
sampaikan via telfon ke redaksi). Sekitar 5 menit, klik! Telfon ditutup. Tak
lama, saat Anas masih berada di podium, berita sudah naik
Cerita
lainnya saat terjadi Gempa di Jakarta, gempa itu terasa sampai di kantor. Tak
perlu menunggu intruksi, salah seorang redaktur yang juga koordinator liputan
menuliskan berita gempa saat gempa masih terasa. 5 menit. Klik! Berita sudah
naik. “Gempa Guncang Jakarta”. Inilah media online, kami bekerja dengan waktu.
Karakter
media online berikutnya, running!
Ada
yang mengkritik kelemahan media online adalah informasi yang kurang lengkap.
Kritik itu bisa jadi benar, tapi juga harus paham bahwa media online memiliki karakteristik
running. Media online berbeda dengan koran
yang harus menyajikan informasi lengkap dalam satu judul, bukan juga televisi
yang harus lengkap dengan gambar. Running yang dimaksud adalah setiap berita
itu bergulir sehingga tak harus menunggu data lengkap untuk dipublikasikan.
Contoh:
‘Ada peristiwa tabrakan antara BMW dengan Luxio. Informasi masuk kejadian pukul
03.15 WIB, maka saat itu juga dibuat berita pertama peristiwa tabrakan.
Kemudian ada update 15 menit kemudian, bahwa ada korban meninggal 2 orang, maka
ditulis berita kedua. 1 jam kemudian update lagi pengendara ditahan di Polsek,
dibuat berita ketiga. Beberapa jam kemudian diketahui pemilik BMW adalah anak
menteri, jadi berita keempat. Dan seterusnya.
Nah,
rangkaian berita itu kalau media cetak seperti koran, maka tentu dibuat dalam
satu judul. Media online? Dia running
sesuai dengan update berita. Jadi bisa dipahami bukan informasi yang kurang lengkap,
tapi sedikit apapun informasi kalau itu sudah cukup untuk dinaikkan menjadi
berita, maka harus dibuat. Itulah mengapa orang yang mencari berita update tidak akan menunggu koran terbit
besok, tapi dia akan cek di media online. Banyak lagi sebetulnya karakteristik
media online, tapi dua itulah yang paling utama.
Balik
lagi ke profesi wartawan. Semua wartawan (khususnya online dan koran), mereka
akan bekerja dengan ditempatkan di satu pos tertentu. Misal, liputan pos DPR,
KPK, Mabes Polri, Istana, atau wilayah (Jaksel, Jakut dll). Namun saat pertama
kali masuk, semua wartawan akan bekerja dengan sistem floating, belum ditempatkan di satu pos tertentu.
Dulu,
saat aku masih bekerja untuk Radar Banten, wartawan-lah yang mencari berita
(mungkin di semua daerah sama). Tapi dalam skala nasional, agenda wartawan
ditentukan oleh koordinator liputan. Nah, mereka yang masih floating akan diberitahukan malam atau
pagi harinya agenda apa yang akan diliput. Bisa berupa konferensi pers atau
peristiwa.
Floating
mengharuskan wartawan menguasai semua berita dan isu. Hari ini bisa liputan
konferensi pers politik, besoknya bisa berganti liputan peristiwa kecelakaan,
besoknya bisa ambil agenda sidang di pengadilan dan seterusnya. Maka kelebihan floating adalah menguasai semua isu
berita, tak boleh ada isu yang tertinggal. Baca semua berita, pahami isu dan
cepat melaporkan berita! Itu kuncinya untuk memulai karir sebagai wartawan.
Nah,
dalam “masa floating” inilah akan
terlihat mana yang sungguh-sungguh ingin menjadi wartawan mana yang hanya
coba-coba. Aku ingat kawanku (perempuan) ia hanya bertahan 1 minggu, lainnya 1
bulan bahkan ada yang hanya 3 hari kemudian resign. Tidak mudah memang menjadi
wartawan. Bagiku, bisa bertahan hingga saat ini adalah ujian yang tak mudah
untuk dilewati.
---
Selanjutnya: "Dari Pilgub DKI ke Gedung Parlemen"
0 comments:
Posting Komentar