Gila No. 3:
“Baduy! We’re Coming...”
(Kamis, 10 Jan ’08)
Pengalaman demi pengalaman kami kumpulkan, karena manusia yang kaya adalah mereka yang memiliki banyak pengalaman dan mampu belajar dari pengalaman yang dimiliki. Hal ini yang menjadikan kami berani untuk mewujudkan kegilaan no. 3 : “Menginjak Tanah Baduy!!”
Ide ini baru muncul kembali tadi malam saat kami sedang menikmati nasi goreng di HI, (gila no.2). Sebenarnya ide ke baduy ini pertama kali muncul Juni 2007 selesai aku dan teman kampus lain mengadakan acara akhir tahun di Situ Gintung. (baca posting bulan Juni: “Ancurnya 2A”). Tapi baru terwujud sekarang, dan ini menjadi bagian dari rangkaian kegilaan no. 3 anak Villa.
-10.00 a.m-
Di villa (sebutan tuk kontrakan) telah berkumpul 8 orang, para penghuni villa yang jail dan makhluk2 TR!O Jambi.. Kita semua siap untuk meluncur menuju Baduy yang telah lama kami impikan. Tadinya hanya kami berlima yang akan berangkat, tapi karena Trio Zambe juga selalu memimpikan untuk menginjak tanah baduy, maka 3 jam yang lalu kami mengajaknya pergi, dan sekarang mereka telah berkumpul. Sementara aku yang sebelumnya diprediksi tidak akan ikut berangkat, dengan suatu ide cemerlang sekarang sudah benar2 siap untuk ikut berpetualang bersama mereka. Dulu Ibu pernah melarangku pergi ke Baduy, tapi aku pikir engga dengan Bapak.
Pak, iiq mau Rangkas, rumah tmen iiq di sana, nanti pulangnya lngsung ke rumah?
--Ya Hati2
O yeah...!! Karena sms itu aku jadi berangkat ke Baduy. Engga bohong juga, karena memang Adam keluarganya orang Rangkas walau tinggal di Tangerang. Hanya saja tidak disebutkan tujuan utamanya adalah Baduy. Hehe....
-10.20 a.m-
Kami telah berada di stasiun Pondokranji, Bintaro.
Kereta ke Rangkas baru tiba pukul 11, berarti kami harus menunggu sekitar 40 menit. Dan kejenuhan menunggu, kami manfaatkan untuk membaca dan bergurau.
Suasana kereta selalu menjengkelkan bagiku, berdiri berjejalan dengan penumpang lain, ditambah pedagang yang terbiasa membuat kegaduhan. Tak ayal bau keringat dan kebisingan menjadi hal yang biasa di kereta merah. “Konon”, masih ada kereta yang lebih baik daripada kereta merah ini, tapi hanya untuk jurusan tertentu, yaitu kereta listrik dan kereta ber-AC.
Perjalanan ke Baduy ternyata memakan waktu yang sangat lama dari stasiun Rangkas. Selama di perjalanan kami hanya mendapati perkebunan karet yang luas, hamparan ladang milik masyarakat desa dan beberapa pedesaan. Jalan panjang yang kami lalui pun cenderung sepi dari kendaraan lain, hanya sesekali motor atau mobil yang melintas. Sepertinya kami benar2 akan menuju suatu pedesaan yang tertinggal, Baduy. Tapi walau merupakan desa yang tertinggal, baduy tetap menjadi objek wisata budaya Indonesia yang terkenal dan menjadi aset kebudayaan Banten yang harus dipertahankan. Aku bangga tinggal di Banten yang memiliki Baduy...!!
Pilihan untuk pulang hari ini atau tinggal di Baduy, masing2 memiliki banyak resiko. Tapi akhirnya kami sepakat untuk segera pulang sore ini juga, karena untuk tinggal di Baduy butuh persiapan yang lebih baik. Kami tidak memiliki uang lebih untuk berada lama di Baduy, dan karena kami masih berada dalam masa UAS. Berarti kami akan berada di baduy hanya selama 2 jam, sangat disayangkan memang setelah jarak jauh yang kami tempuh untuk menuju Baduy.
Pemandangan yang disuguhkan baduy memang luar biasa indah. Benar-benar sebuah perkampungan yang asri dan bernilai budaya tinggi. Saat pertama memasukinya, kami dihadapkan oleh tampak bangunan yang terbuat dari kayu yang kami pikir itu rumah baduy, namun kemudian kami tahu itu adalah tempat penyimpanan padi bagi masyarakat baduy, yang mereka sebut sebagai leuit. Sementara rumah2 baduy sendiri tidak jauh berbeda dengan kebanyakan rumah panggung di daerah perkampungan seperti Garut yang seluruhnya terbuat dari kayu. Hal unik lain dari Baduy adalah dalam hal berpakaian, mereka semua mengenakan pakaian yang berwarna hitam, dan kain ikat kepala yang berwarna biru.
Kesungguhan mereka dalam menjunjung tinggi peraturan adat sangat kuat. Karena masyarakat yang melanggar aturan adat akan dikeluarkan dari baduy. Masyarakat baduy sendiri terbagi menjadi baduy dalam dan baduy luar, namun secara umum mereka memiliki peraturan adat yang sama. Tidak boleh hidup bermewahan, hidup bergantung pada alam, dan kerukunan antar sesama masyarakat desa.
Baduy luar hidup lebih modern daripada baduy dalam, karena secara geografis pun jelas bahwa baduy luar lebih dekat dengan perkotaan dan diperbolehkan menggunakan transportasi. Sementara baduy dalam, sama sekali dilarang untuk bersentuhan dengan teknologi transportasi. Aku masih ingat ketika sebuah stasiun tv memberitakan 3 orang baduy dalam yang berkunjung ke gedung DPR di Jakarta dengan berjalan kaki tanpa alas. Perbedaan mencolok lain yang membedakan keduanya adalah pada kain ikat kepala yang mereka pakai. Kurdi, seorang guide yang mengantar kami berjalan-jalan di baduy menjelaskan bahwa orang2 baduy luar memiliki ikat kepala berwarna hitam / biru, sementara baduy dalam menggunakan ikat kepala berwarna putih.
Hal lainnya yang terpenting adalah masyarakat baduy telah mengajarkan kita tentang kesederhanaan dan kerukunan antar manusia.
Kami berkunjung hanya di sekitar masyarakat baduy luar, karena untuk dapat masuk menuju baduy dalam harus menempuh jarak yang cukup jauh, sekitar 10 km dengan berjalan kaki. Dan itu akan memakan waktu yang lama, walaupun petualangan akan terasa lebih menantang.
-Hanya 1 dari 100 kemungkinan kamu dapat menikmati Durian dari Baduy-
-16.40 p.m-
Kami meninggalkan baduy dengan suka cita. Dan sebagai penutup acara kunjungan itu, beberapa diantara kami menyempatkan diri untuk membeli kaos bergambar peta baduy dan kain ikat kepala khas masyarakat baduy di salah satu kios. Sementara oleh2 berupa kerajinan baduy seperti gantungan kunci telah kami dapatkan sebelumnya di sela2 obrolan kami dengan masyarakat baduy beberapa saat yang lalu.
Tepat pukul lima sore sebagaimana yang dijanjikan, kami semua telah berkumpul kembali di dalam angkot yang akan membawa kami kembali ke stasiun.
Petualangan menginjak tanah baduy pun usai, alhamdulillah...
-18.15 a.m-
Kami tiba di stasiun Rangkas di saat malam mulai menggantikan siang.
Kepalaku pusing berat sejak perjalanan pulang tadi, uuhh... rasanya ingin muntah ketika turun dari angkot, andai saja aku tidak bersama teman2ku ini, maka tentu tidak akan aku tahan sekuatnya untuk muntah. Mungkin karena perut yang kosong sejak pagi tadi, dan kehilangan waktu makan siang di perjalanan. Tapi sepertinya hal itu juga sama dialami temanku yang lain, terlebih karena jalan menuju baduy yang berliku dan berkelok-kelok.
Di stasiun, kami hanya mendapati kereta yang akan menuju Parung Panjang. Sementara kereta menuju Bintaro hanya akan tiba pada pukul 10 malam nanti, itu pun kereta barang.
Aku memutuskan ikut bersama yang lain menuju Parung Panjang, karena dugaanku, dari Rangkas menuju Serang cukup jauh, dan sepertinya uangku tidak akan cukup untuk ongkos pulang. Jadi, aku berharap dapat menemukan mesin ATM di Parung Panjang nanti untuk melanjutkan perjalanan pulang. Begitu juga temanku yang lain yang mulai kehabisan uang dan berharap dapat mengisinya kembali dari mesin ATM. Kereta akan berangkat meninggalkan stasiun. Tiba-tiba HP-ku berdering..
Ternyata Bapak memintaku untuk pulang langsung ke Serang melalui Pandeglang, karena Bapak bilang jaraknya dekat dan ongkos yang kurang dapat diambil di ATM yang ada di Rangkas. Maka atas saran itu, aku bergegas berlari menuju pintu gerbong kereta karena kereta hendak melaju. Di saat kereta mulai bergerak maju, aku berhasil meloncat keluar dari kereta dan sempat bertabrakan dengan pedagang asongan yang hendak masuk ke dalam kereta di pintu yang sama. Dan sesaat setelah aku turun, aku melihat kereta itu benar2 telah pergi menjauh membawa 7 orang temanku menuju Parung Panjang. Huuuffhhh... Nyaris saja aku celaka... Maafkan aku temanku, aku tidak sempat berpamitan.
Malam itu, aku berjalan menuju pasar di dekat stasiun. Mencari mesin ATM untuk menambah ongkos yang mungkin kurang. Tapi sepertinya di pasar seperti ini tak mungkin menemukan mesin ATM.
“A, kalo angkot yang ke terminal Rangkas yang mana?” tanyaku pada seorang penjaga toko sepatu.
“Oh, stasiun Mandala, tu naek aja yang merah itu.” Jelasnya menunjuk salah satu kendaraan yang masih menunggu penumpang.
Hingga tiba di stasiun Rangkas, aku belum juga menemukan mesin ATM. Stasiun Rangkas sangat sepi dan sepertinya rawan dari kejahatan, padahal waktu itu masih jam 7 malam. Bapak bilang bis menuju Serang memang ada, tapi sangat jarang. Maka setelah bertanya pada salah seorang penumpang di angkot, aku putuskan untuk menggunakan angkot lagi menuju Pandeglang. Dan ternyata untuk ke Pandeglang hanya membutuhkan waktu 30 menit dengan biaya 6.000 rupiah. Itu jauh lebih cepat dan murah daripada yang aku bayangkan sebelumnya.
-07.30 a.m-
Aku tiba di Pandeglang, kota yang sudah aku kenal sejak kecil karena nenek tinggal di kota ini. Jadi untuk menuju ke Serang dari kota ini, aku tidak perlu khawatir tentang segala sesuatunya. Hanya membutuhkan waktu 1 jam dan ongkos 6.000, maka aku bisa sampai di Serang kembali.
Selama di angkot menuju Serang, aku tertidur beberapa kali. Sepertinya tubuh ini mulai terasa letih karena perjalanan selama hari ini. Angin malam yang keras menerpa wajah, seakan membuatku bangga karena telah berpetualang dari Jakarta hingga Baduy dengan modal keberanian dan kebutuhan akan pengalaman.
Tanpa terasa aku telah tiba di Serang. Dari tempat angkot itu berhenti, aku harus menaiki ojeg selama 15 menit untuk tiba di rumahku kembali.
-10.40 a.m-
Alhamdulillah... Aku tiba di rumah malam itu.
Di rumah hanya ada Ibu sementara yang lain sedang berada di luar.
“Iq udah makan??” tanya Ibu.
“Belum Bu, tadi engga sempet...”
“Emang iiq engga dikasih makan di rumah temen iiq??” tanyanya lagi.
“Oh.. Engga Bu, ke rumah temennya ga jadi, soalnya cuma ada waktu 2 jam di Rangkas, jadi dipake maen ke Baduy bareng yang lain. Nih dari Baduy...” Jelasku sambil menunjukkan gelang akar yang ku kenakan di pergelangan tangan kanan, oleh2 dari Baduy.
“Ya udah makan gih...!!”
Kawan... aku telah menginjak Baduy, tanah yang sejak lama aku impikan. Tidak perlu dibanggakan memang, karena suku Baduy berada satu propinsi denganku. Tapi bagaimanapun, itu pengalaman berharga bagiku dan bagi kawanku yang lain. Dan aku berharap akan banyak tanah dan negeri lain yang akan ku injak, sekalipun hanya bermodal keberanian dan kebutuhan akan pengalaman... Kawan, tanah mana lagi yang akan kita injak??!!
-Baduy : Unforgetable Moment!!-
-Baduy yang melahirkan Nazi Baru, (NEO-NAZI)-
4 comments:
ass...
comment singkat aj ya,, coz lum dapt inspirasi bt yg panjang2 =)
emang tu ke baduy, pengalaman bgt. seumur2, ga pernah yang namanya 'ngegembel' ampe mlem2 d negri ntah berantah,,,
PENGALAMAN MENGAJARKAN BANYAK HAL PD AKU, KAMU, dan QT SEMUA,,
o ya, kynya seru tuh karya 'gila'nya di satuin, jd Indonesia bersatu, lo? hehe,, mksdnya jd kumpulan cerpen,,
bgs, bgs, dan bgs......!
af1 deh klo commentnya rada ngaco, maklum lah di rumah lg BT2nya,,
Insya Allah deh comment 'aslinya' menyusul,,,
informasi parungpanjang
http://www.parungpanjang.info - www.parungpanjang.info
Assalamualaikum...
Hm...Baduy! Satu cerita di sela ketegangan menghadapi UAS...
Unforgetable Moment!!!
Pengalaman memang Guru yg tak berwujud namun pelajarannya sangat berharga...
Thanx to tmn2 yg udah mw ngajakin qt ikut berpetualang di Baduy, tp kuharap, di lain moment, qt bs menginjakan kaki di tanah Baduy again bersama tmn2 yg lainnya hingga ke Baduy dalam! Dan saat itu, persiapan harus bnr2 MATENG!!!
;)
Wassalam...
yoi... ini pengalaman seru pasti.. Cuma orang gila nih yang bisa ngedadak maen jauh2 keq begini. Hehe... Yuk ah reunian dibaduy. :D
Posting Komentar