14 Agustus 2008

MANUSIA-MANUSIA KERETA


"Manusia-Manusia Kereta"

14 Agustus 2008
Ini adalah catatan dari sistem saraf pusatku ketika kereta menjebaknya untuk berpikir dan mencatat. Malam ini aku baru kembali dari Jakarta, ada rapat di kampus pagi tadi. Seperti biasa, aku menggunakan jasa kereta api untuk ke Jakarta, ke kampus lebih tepatnya. Aku makin terbiasa dengan suasana kereta, aku bahkan enggan untuk menghitung sudah berapa kali aku menginjak kereta, tapi yang pasti belum lebih dari 10 kali.. *ngitung*

Kereta yang aku maksud adalah kereta ekonomi, karena tak ada lagi jenis kereta lain yang lebih baik untuk jurusan Jakarta – Merak selain kereta ekonomi ini. Kereta masih menjadi alternatif sebagai alat transportasi, bisa dibayangkan, jika aku ke Jakarta dengan menggunakan bis, tiket bis adalah Rp. 18.000 sementara kereta hanya Rp 4.000, nyaris 5 kali lipat lebih mahal bis dengan waktu dan jarak tempuh yang sama. Kenaikan BBM tidak mempengaruhi pada harga tiket kereta. Tapi tahukah kau apa yang ditawarkan kereta dengan harganya yang murah?

Kereta...
Sejak kecil aku selalu ingin tau bagaimana rasanya naik kereta, bahkan dulu aku berpikir bahwa kereta bukan alat transportasi, hanya mesin yang berjalan. Hingga pada akhir 2007 lalu, untuk pertama kalinya aku menaiki kereta dari stasiun Senen ke Pondok Ranji bareng teman-teman. Dan aku bisikan pada telinga Dimas temanku yang berdiri di sampingku saat itu, “Oh.. gini naik kereta tuh...

Sejak mengenal kereta, aku selalu ingin segera menuliskan tentang kereta, bahkan sejak pertama kali menaikinya. Terlebih saat untuk pertama kali aku menaiki kereta dari Serang ke Jakarta dengan tiket kereta melonjak sekitar Rp. 504.000.- saat itu. Ya, karena aku kehilangan HP di kereta. :)

Tapi baru kali ini aku sempat menuliskannya.
Berada 3 jam di dalam kereta, tentu hal yang membosankan jika hanya untuk berpikir... tapi membaca pun tidak begitu efektif di dalam kereta, buku atau koran. Maka setiap kali aku terjebak di dalam kaleng panjang bernama kereta, aku selalu berpikir bahwa nanti malam aku akan menuliskan tentang “kaleng panjang” ini. Dan aku mencari apa saja yang harus aku tuliskan. (sebagian besarnya berhasil aku tuliskan dalam tulisan ini). Aku juga ingin menuliskan sebuah puisi tentang kereta, begini...

“Manusia-manusia Kereta”
Aku terkurung di dalam kaleng tua bernama kereta..
Yang murah, gaduh, pengap dan sangat berbahaya.
Aku bersama anak kecil yang terseok menyapu lantai di kereta.
Kakek tua yang memunguti bekas aqua dari kolong-kolong bangku penumpang kereta...
Ibu-ibu yang menjajakan nasi uduk di antara gerbong kereta.
Melaju membelah persawahan dan ladang-ladang.
Kaleng tua itu tak pernah berdiri menyombongkan diri.
Membawa masa depan manusia-manusia kereta
Yang tak berani keluar dari bisingnya kereta..

MANUSIA KERETA
Mungkin hanya menjadi pemandangan menjenuhkan dan menjijikan bagi orang sombong yang baru atau terbiasa menaiki kereta api (ekonomi), saat melihat manusia-manusia kereta. Banyak macam manusia yang akan kau temukan dari dalam gerbong kereta yang tampak selalu menjenuhkan. Bahkan seakan aku menjadi sombong atau menjadi manusia lain ketika di hadapkan pada manusia-manusia kereta/

Suatu kali, saat aku berdiri di salah satu gerbong kereta, aku melihat seorang kakek yang membawa kantong plastik besar berisi gelas-gelas aqua yang ia pungut dari kolong-kolong bangku penumpang. Apa yang dapat kau ‘lihat’.?? Dia adalah seorang kakek-kakek! Manusia yang telah senja dalam umurnya, tapi memunguti aqua-aqua bekas dari kolong-kolong bangku para penumpang. Kakek itu berjalan dari satu gerbong ke gerbong lainnya, dan berebut dengan pengumpul aqua yang lain. Mengapa ketika sudah tua ia masih memunguti aqua?? Kemana keluarga dan sanak saudaranya?? Apa ia hidup dari gelas-gelas aqua yang ia kumpulkan lalu ia jual kembali? Aku berpikir, pada plastik besar di tangannya, hidup itu ia pertaruhkan. Aku miris melihatnya. Kakek itu “saudaraku”!!

Ketika seorang kakek yang sudah sangat tua membawa plastik berisi gelas-gelas aqua, aku manusia sombong yang berdiri melihatnya membawa tas berisi telepon genggam, dompet dengan beberapa lembar uang, serta satu kamera.. Aku tak mencoba membandingkan bahwa aku lebih baik lalu aku sombong, tapi daya nalarku membawaku untuk berpikir apa sebenarnya yang terjadi pada manusia-manusia kereta ini dan apa yang terjadi padaku?? Apa sang kakek memang sejak lama menjadi pengumpul aqua bekas?? Apa dulunya ia sangat kaya, tapi di usianya yang senja ia tak bisa berbuat banyak?? Bagaimana denganku saat ini?? Apa kelak Tuhan akan menjadikanku seperti kakek itu? Lalu bagaimana Tuhan mendifiniskan takdirnya??

Aku mengartikan takdir sebagai definisi atas usaha yang telah kita kerjakan. Jika kita berusaha untuk menjadi pintar, maka pintar adalah takdir yang kita terima. Jika kita berusaha menjadi terkenal, maka terkenal adalah takdir kita. Sebaliknya, jika kita tak banyak berusaha, maka takdir kita adalah keadaan dari apa yang tidak kita usahakan.

Lalu, di waktu lain saat beberapa menit lagi hendak turun dari kereta, aku berdiri di pintu kereta. Di pintu itu ada seorang anak kecil yang tampak kusam dan sangat-sangat lusuh. Aku melihat jelas kakinya yang hitam tanpa alas, bajunya yang lusuh lama tak terganti.. Rambutnya yang tak lagi berwana hitam. Dan wajah kusamnya yang mengisyaratkan hidupnya terlalu sulit. Lalu aku duduk menghampirinya dan bertanya pada anak kecil di ujung pintu kereta itu.
“Turun dimana?” tanyaku
“Merak,” jawabnya singkat.
“Dari mana??” tanyaku lagi.
“Jakarta.”
“Rumah dimana?”
“..................” Anak kecil itu menggelengkan kepala sambil membuang muka.
Aku berkesimpulan bahwa ia memang hidup sangat lama bersama kereta ini.
Tapi aku cukup kagum karena ia tak mengemis, 3 jam berada di dalam kereta, aku tak melihatnya menjadi seorang pengemis. Lalu aku membeli 2 air minum, satu lagi aku berikan padanya. Dia mengucapkan terima kasih.... Sebelum aku turun, alhamdulillah, masih tersisa beberapa jumlah uang di saku celanaku. Maka aku berikan beberapa padanya, “Ini untuk makan.”

Kawan... Tidak kah kita melihat bahwa kita yang kadang merasa berkekurangan, justru terlampau banyak manusia yang lebih kurang dari kita, bahkan jauh lebih susah hidupnya dari pada kita. Aku yakin manusia-manusia kereta yang aku temui seperti kakek tua atau anak kecil tadi, tidak tau menau tentang komputer, internet, apalagi blog. Tak ada cukup waktu untuk meraka mengenal ini semua... Bahkan tak ada cukup uang untuk membayarnya.. lebih baik meneruskan berjualan atau mengemis di kereta daripada berbuat hal bodoh seperti yang kita lakukan.

MUSIBAH DI KERETA
Ada satu kejadian yang ingin aku ceritakan dari apa yang terjadi saat aku menaiki kereta hari ini. Apa kau pernah melihat, bahwa pada kaca-kaca jendela kereta ekonomi, kaca-kaca itu pecah atau retak? Ya, sebagian besar kaca-kaca itu telah pecah, atau bahkan kaca jendela itu telah lepas dari tempatnya. Lalu, aku baru tau jawabannya mengapa kaca-kaca di kereta itu pecah.

Hampir 90%, jalur yang kereta ambil adalah perkampungan, atau persawahan. Ketika kereta melewati hamparan sawah yang luas, ada anak-anak kecil yang sedang bermain bola di antara tanah-tanah lapang dekat persawahan itu. Entah karena iseng atau kagum melihat kereta, anak-anak itu melempari kereta dengan bebatuan jika kereta melewati tanah mereka. Bebataun yang dilemparkan itulah yang membuat kaca-kaca kereta pecah. Tapi naas, yang aku temukan hari ini adalah kepala seorang Bapak yang ‘pecah’... Bapak itu duduk di pintu kereta, lalu secara tiba-tiba ada yang melemparkan batu ke arah kereta yang sedang kami tumpangi. Aku yang masih berdiri di dalam kereta, mendengar teriakan, “Bocor...bocor.... Kena batu...!!”

Aku berlari menuju pintu kereta, dan mendapati seorang Bapak yang terduduk memegangi kepalanya yang telah sobek karena lemparan batu. Darah itu banyak keluar dari pelipis kiri atasnya, karena sobekan dikepalanya cukup besar. Aku yang kaget semakin mendekati Bapak itu, dan aku meminta seorang remaja untuk mau memberikan handuk kecilnya kepada Bapak itu, tapi ia bilang handuk itu kotor. Maka aku meminta remaja disampingnya lagi, tak berpikir panjang, remaja itu memberikan handuk kecilnya. Lalu aku berikan itu pada Bapak yang masih menahan darah yang keluar dari kepalanya, dan aku sedikit membantu membersihkan darah di kepalanya.

Kejadian itu membuat penumpang di gerbong paling dekat pintu itu penasaran dengan apa yang terjadi. Tapi tak banyak yang bisa kita dilakukan di tengah kereta yang sedang melaju untuk Bapak yang malang itu. Tapi alhamdulillah seseorang berhasil menghentikan aliran darahnya, dan Bapak itu mengikat kepalanya dengan handuk yang tadi aku minta dari seorang remaja. Setelah agak tenang, bapak itu diberi minum. Dan ia mengambil rokoknya untuk lebih bisa menenangkan diri.

Astagfirullah.... Kejadian yang membuat risih jika harus naik kereta.
Bukan hanya resiko ada lemparan batu, tapi beberapa saat sebelum kejadian ini, ada yang lebih parah lagi yang terjadi. Saat aku berada di dalam gerbong, tiba-tiba ada teriakan, “bunuh diri... bunuh diri...!!”
Aku yang kaget mencoba mencari tau. Rupanya ada yang terjatuh dari kereta. Entah bunuh diri atau memang terjatuh. Tapi belakangan aku tahu, bahwa seorang gadis berumur 15 tahun-an sengaja melompat dari pintu kereta.

Ia meloncat dari kereta karena seharusnya ia turun di stasiun yang sebelumnya. Mungkin takut terlalu jauh dengan tempat yang ia tuju. Tapi bukan pilihan baginya untuk melompat dari kereta yang sedang melaju cepat, bahkan ia sudah ditahan oleh seseorang yang berada di dekatnya!! “Pasti patah tu kakinya...” jelas seseorang.

Motif stress ringan juga diketahui sebagai alasan ia loncat dari kereta. Ia meloncat dari kereta saat kereta tengah melaju stabil... cukup cepat... Lagi-lagi tak banyak yang dapat dilakukan saat kereta tengah melaju, apalagi untuk seseorang yang melompat dari kereta yang tengah melaju cepat.. Astagfirullahal’adzim. Banyak sekali musibah. Dan terakhir tanganku terbentur pintu kereta saat berdiri hendak turun. Lumayan sakit.

Ini yang aku lihat.
Ini yang aku dengar..
Ini yang aku rasakan.
Dan ini yang lama membuatku terus berpikir untuk menjadi manusia sebaik mungkin.
Aku yakin pemimpinku tak mengenal manusia-manusia kereta!
Apalagi seseorang yang bocor terkena lemparan batu, dan manusia yang melompat dari kereta.
Ya Allah, Semoga kami dan manusia-manusia kereta berada di syurga-Mu kelak. Amien..

Berikut beberapa gambar yang aku ambil dari kereta:


-Ciracas, 14 Agustus 2008-

2 comments:

Mutiara mengatakan...

Subhanallah ya, banyak hal di luar sana yang ternyata begitu jauh dari yang kita duga,,, menyadarkan kita bahwa betapa beruntungnya kita bila dibandingkan dengan “manusia2 kereta” itu.

Ternyata pengalaman yang sepertinya “biasa”, menjadi luar biasa ketika dituangkan dalam sebuah goresan,,,

Ahmad Ragen mengatakan...

Trimakasih atas komentar dan apresiasinya mut.. Sesempat mungkin mari kita tulisakan banyak hal yang telah kita alami, agar menjadi pngetahuan / plajaran bagi orang yang mmbaca.. :)

Diberdayakan oleh Blogger.